Manusia Bukan para Nabi yang imannya bertambah setiap hari, bukan
pula para malaikat yang imannya tetap tak pernah naik apatah lagi turun.
Kita ini hanyalah manusia biasa, yang imannya kadang naik dan kadang
turun. Iman pada diri seorang muslim, adalah laksana naik turunnya gelombang
ombak di lautan. Suatu saat ombak itu menggunung tinggi sehingga perahu
besarpun lumat terkoyak karenannya. Namun diwaktu lain ombak itu hanya
bergerak landai hingga batu kerikilpun tak mampu digerakkannya. Ketika
iman dalam keadaan pasang, disaat itulah sebenarnya seseorang dalam
kondisi terbaiknya.
Tentu, kita sebagai seorang muslim selalu menyimpan harapan supaya
iman di dada selalu bergelora dan stabil dalam setiap kondisi dan
situasi, sehingga mampu menuntun setiap langkah untuk setia di jalan-Nya
serta bisa menerangi setiap jengkal relung-relung jiwa untuk terhindar
dari noda-noda dosa.
Tetapi harapan tetaplah harapan, harapan tak jauh beda dengan impian,
yang terkadang harus berbenturan dengan realita nyata pahitnya
kehidupan. Dalam kenyataanya, iman dalam diri kita seringkali naik-turun
(al Imanu yazidu wa yanqush), tinggi-rendah, serta
berubah-ubah, bahkan dalam hitungan detik. Hal ini terjadi tentu tidak
lepas dari kaitan erat antara iman dan hati (qolbu), mengingat qolbu bermakna yang selalu berbolak balik.
Tidak heran jika kemudian Nabi Muhammad SAW bersabda : “
Sesungguhnya
iman itu diciptakan (diuji) di dalam diri kalian sebagaimana
diciptakannya pakaian. Maka, hendaklah kalian meminta kepada Allah agar
memperbaharui iman di dalam hati kalian.” (HR. Hakim dan Al
Tabrani).
Sudah menjadi fitrah bahwa iman manusia ada kalanya menguat
dan melemah dan ada kalanya begitu bersemangat namun pada suatu saat
mengalami kelesuan. Hal ini merupakan tanda-tanda kebesaran Allah SWT.,
serta menunjukan bahwa manusia adalah makhluk ciptaan-Nya yang tidak
bisa berdiri sendiri atau lemah. Namun demikian, hal ini jangan
dijadikan alasan (apologi) sehingga menyebabkan kita hanya
berpangku tangan dan tidak mau berusaha untuk menemukan jalan keluar
dari setiap masalah yang dihadapi. Hadist tersebut dapat juga
ditafsirkan sebagai kritik bahwa kita sebagai hamba Allah SWT harus
berhati-hati sehingga dapat menjaga kestabilan iman kita.
Supaya tubuh kita kuat, haruslah diberi makan. Kalau sakit dan ingin
sembuh, maka berilah obat yang tepat. Begitu pula ketika rokhani sakit,
haruslah diberi obat yang tepat dan mujarab. Pertanyaan awal yang harus
dijawab adalah siapakah yang telah menciptaakan jiwa dan raga kita?
Tentu Rabb Azza Wajalla. Maka ketika jiwa atau iman kita sakit, obat
terbaik tentu yang berasal dari penciptanya, yaitu Allah SWT. Obat
tersebut harus segera diperoleh karena betapa meruginya orang-orang yang
terjangkit penyakit kelesuan iman. Orang yang tadinya
banyak bersedekah, berpuasa, shalat-shalat sunnah, berangkat ke Masjid
di awal waktu, dan lidahnya hanya mengucapkan yang benar menjadi malas
melakukan ibadah itu tatkaala mangalami kelesuan iman.
Jangan biarkan keadaan itu terus berlarut. Harus cepat dicari obat
penawarnya. Sebab jika keadaan ini semakin berlanjut, maka syaitan tidak
akan menyia-nyiakan kesempatan ini untuk semakin menggelincirkan
manusia kepada kehinaan yang lebih besar. Tatapi, dalam hal ini perlu
juga diingat bahwa lesu atau dalam kata lain bosan (futur),
adalah keadaan psikologis yang manusiawi, bahkan tak jarang juga menimpa
para ahli ibadah.
Dalam sebuah hadis telah dinyatakan, “Setiap
perbuatan ada puncaknya, dan setiap puncak akan futur (lesu). Maka,
barang siapa futurnya menuju sunnah sungguh sangat beruntung, dan barang
siapa futurnya tidak menuju sunnah sungguh akan hancur.” (HR. Tirmidzi).
Diantara penyakit-penyakit qolb yang paling berat menimpa
manusia adalah lesu atau lemah iman dan merasa lemah untuk melaksanakan
apa yang diwajibkan oleh Allah SWT. Salah satu fase yang harus dilakukan
dalam rangka proses menuju iman yang istiqomah adalah mengetahui
penyebab munculnya penyakit lesu iman.
Diantara penyebab munculnya
penyakit lesu iman antara lain :
- Tidak mempunyai motivasi yang kuat untuk merubah diri menuju pribadi yang tangguh.
- Berteman dengan orang-orang yang dapat memperdaya kita kedalam kemaksiatan.
- Sibuk dengan urusan dunia dan keindahannya.
- Berharap dalam kehidupan, melupakan mati, kubur, mahsyar, hisab, surga, dan neraka.
Pertanyaan selanjutnya adalah apakah resep yang diberikan oleh Islam
berkaitan dengan lesu atau lemahnya iman ini? Allah telah berjanji
berhubungan dengan obat dari penyakit ini. Sabda Rasulullah “Allah tidak menurunkan suatu penyakit kecuali menurunkan juga obatnya.”
(HR. Ibnu Majah). Hadist ini menunjukan bahwa Allah telah berjanji akan
menurunkan obat begi setiap penyakit yang Allah turunkan kepada
makhluknya.
Ada beberapa obat bagi iman yang lesu supaya dapat kembali
bersemangat dalam menapaki kehidupan ini dengan menjalankan segala
perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Obat-obat tersebut antara
lain :
- Merasakan keagungan Allah dan kekuasaannya.
- Merenungi ayat-ayat qauliah (tertulis) dan kauniah (tidak tertulis).
- Memperbanyak mengucapkan dzikir kepada Allah.
- Bergaul dengan hamba-hamba Allah yang saleh.
- Menjauhi dosa-dosa kecil.
- Memperbanyak mengingat kematian.
- Mengingat hari perhitungan, pahala, siksa, surga dan neraka.
Inilah beberapa obat untuk mengobati penyakit yang begitu sering menjangkiti kita.Obat penawar lain yang bisa jadi seringkali lepas dari lintasan pikiran kita yaitu bahwa futur (rasa
bosan) sering disebabkan oleh terlalu tegangnya kondisi kejiwaan
kita, seiring dengan menumpuknya berbagai harapan dan keinginan,
sehingga hati menjadi beku dan dingin bagaikan es, bibir terasa berat
untuk menyunggingkan senyum, badan menjadi terasa lemah, serta otak
terasa sulit untuk berpikir.
Penawar yang diteladankan oleh Nabi kita
adalah sebagaimana dalam sabdanya berikut ini.
“Demi zat yang diriku dalam
kekuasaannya! Sesungguhnya andai kita disiplin terhadap apa yang pernah
kamu dengar ketika bersama aku dan juga tekun dalam dzikir, niscaya
malaikat akan bersamamu di tempat tidurmu dan di jalan-jalanmu. Tetapi,
Hai Handhalah, sa’atan-sa’atan! (berguraulah sekedarnya saja!). Nabi
mengulangi ucapan itu sampai tiga kali.” (HR. Muslim).
Hadist tersebut memberikan jalan keluar bagi kita ketika mengalami
kejenuhan, hati ini menjadi lesu dengan berbagai aktivitas dunia ataupun
aktivitas yang berorientasi pada akherat, maka Rasulullah memerintahkan
sa’atan-sa’atan! (sekedarnya saja!) untuk bergurau,
bercanda dengan teman kita. Tentunya gurauan yang tidak mengandung
ejekan atau hal-hal maksiat lainnya. Dengan senda gurau ini hati kita
akan menjadi fresh kembali.Dilihat begitu pentingnya hal ini, maka sebagian ulama’ yang
berpendapat bahwa bercanda yang baik hukumnya mubah (boleh). Para
sahabat Rasulullah yang saleh dan baik itu biasa bergurau, ketawa,
bermain-main, dan berkata yang ganjil-ganjil. Mereka mengetahui akan
kebutuhan jiwanya dan ingin memenuhi panggilan fitrah serta hendak
memberikan hak hati untuk beristirahat dan bergembira agar dapat
melangsungkan perjalanan dalam menyusuri dinamika kehidupan yang masih
panjang.
Hal senada juga disabdakan oleh Rasulullah : “Janganlah
terlalu membebani jiwamu dengan segala kesungguhan hati. Hiburlah
dirimu dengan hal-hal yang ringan dan lucu. Sebab bila hati terus
dipaksakan dengan memikul beban-beban yang berat, ia akan menjadi buta.” (Sunan Abi Dawud).
Layaknya orang yang matanya buta, ia tak bisa meliahat apa yang ada
di sekelilingnya. Kalau ingin berjalan, ia harus meraba dan dengan
pelan-pelan. Besar kemungkinan ia akan terjatuh. Sementara itu, Azajjag
berkata , “Senyuman merupakan ketawanya kebanyakan para Nabi.”
Perlu diperhatikan juga bahwa gurauan jangan sampai melanggar etika
dalam tertawa. Seperti dicontohkan Rasulullah Saw, yang dalam tertawanya
hanya terlihat gigi serinya.
Pada suatu hari, Saudah binti Zum’ah Ummul Mukminin berkata kepada Rasulullah Saw, “Ya
Rasulullah, aku shalat dibelakang Rasulullah, lalu mengikuti ruku’ dan
aku paksa memegangi hidungku, karena aku takut darah akan mengalir dan
menetes-netes.” Mendengar ucapan istri beliau, Rasulullah SAW
tersenyum dan tertawa. Rupanya menurut istri beliau, Rasulullah terlalu
lama dalam ruku’ dan sujud.
Contoh yang disajikan tersebut memberikan petunjuk tentang
diperbolehkannya tertawa untuk menjadi pelipur hati yang lara dan
jiwa yang sedang gundah-gulana. Akhirnya urusan panjang lebar di atas
bermuara pada satu tujuan, yaitu agar iman dalam dada tetap istiqomah,
yang lesu menjadi tegar dan yang sudah mantap agar lebih terpatri,
sehingga iman tetap kokoh dalam hati. Wallahua’lam bisshoab.
NB: catatan ini di ambil dari blog seorang sahabat. saya memang sengaja mencari tentang tips tentang mengatasi kelesuan iman (sesuai dg yang saya rasakan saat ini) :'( dan saya tidak mau hal ini sampai berlarut-larut... Mudah2an setelah mendapat tips sederhana ini yg insyaAllah akan menghasilkan sesuatu yang luar biasa. Ya Allah,,,sinari hatiku dg cahayaMU.... aaamiiinn...
Buat sahabat yang juga mengalami hal ini..ayo kita bangkit dan semangat kembali.. :) n keep istiqomah ^_^